Pati, RadarMuria.Com
Karena dinilai tidak transparan dan tanpa melalui sosialisasi serta musyawarah mufakat terkait Proposal Pengajuan Bankeu (Bantuan Keuangan) Pemerintah Desah Kebowan Nomor 510.71/05/I/2019, tertanggal dikosongi, bulan Januari 2019 perihal Permohonan Bantuan Keuangan Pemdes RTLH (Rumah Tidak Layak Huni), mendapat kritik dan tanggapan dari Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Desa Kebowan, Soegiharto, AMa.Pd.
Soegiharto menyayangkan sikap 'arogansi' Pemerintah Desa Kebowan, yang tanpa melalui musyawarah, membuat keputusan dan penetapan Tim TPK dan menunjuk nama - nama calon penerima bantuan RTLH, yang tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Desa Kebowan Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Pembentukan TPK (Tim Pelaksana Kegiatan).
Tim pelaksana dimaksud, guna melengkapi proposal pengajuan bantuan keuangan untuk RTLH.
Ketua BPD : "Prosedur Yang Kebalik" - Sosialisasi Program Bankeu RTLH Pemdes Kebowan |
Maka, melalui Surat Nomor 141.2/028/BPD.09/2019 tertanggal 2 September 2019, Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Soegiharto melayangkankannya ke berbagai pihak, antara lain Gubernur Jawa Tengah, Bupati Pati dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kabupaten Pati.
Dalam surat, Soegiharto menyebut, bahwa pengajuan bankeu, keputusan dan penetapan TPK dan penunjukan nama calon penerima bantuan RTLH, tidak disosialisasikan dan tidak melalui musyawarah yang melibatkan BPD.
Padahal, lanjutnya, sesuai fungsi dan tugas BPD berdasarkan Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pati Nomor 8 Tahun 2014, jelas dinyatakan bahwa BPD merupakan perwakilan masyarakat desa (Bab III tentang Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban serta Larangan).
Selain itu, pada Pasal 6 Perda tersebut, BPD mempunyai fungsi, antara lain membahas dan menyepakati Raperdes, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
Rupanya, surat itu mendapat tanggapan dari Pemerintah Kabupaten Pati melalui Disperkim untuk dilakukannya sosialisasi sekaligus mediasi kedua pihak, yaitu Pemdes dan BPD Desa Kebowan.
Sosialisasi diselenggarakan di balai desa setempat, dihadiri Bidang Kawasan Permukiman Disperkim Kabupaten Pati Febes Mulyono, Kasi PMD Kecamatan Winong, Kepala Desa Kebowan Mulyono, Ketua BPD Soegiharto dan lembaga Rt Rw, pada Sabtu (7/9).
Febes Mulyono dalam kesempatan itu mengatakan, penerima bantuan RTLH dari Bankeu Provinsi Jawa Tengah adalah yang nama (sesuai data kependudukan) tercantum dalam daftar PBDT.
Walaupun, diakui, PBDT yang mendasarkan pada data tahun 2015 itu, masih dinilai kurang akurat.
Keakuratan itu mengenai beberapa kriteria yang dapat memperoleh bantuan.
Karena, banyak terjadi, data dan riil kondisi di lapangan, berbeda.
Maka, pihaknya menyarankan, agar warga yang tidak tercantum dalam database penerima RTLH dapat dialokasikan bersumber dari Dana Desa, Alokasi Dana Desa, PAD atau bantuan lainnya.
"Sebagaimana usulan dari BPD, terkait mbah Darsih. Itu dapat dialokasikan dari anggaran tersebut atau lainnya", terang Febes.
Sementara itu, Kepala Desa Mulyono menanggapi surat BPD pada kesempatan itu mengatakan, bahwa Pemdes Kebowan telah melakukan sosialisasi dan musyawarah terkait proses dan prosedur pengajuan proposal bankeu.
"Sudah kami sosialisasikan melalui rapat - rapat Rt", kata Mulyono.
Ia pun mengklaim, telah melakukan komunikasi dengan mendatangi mbah Darsih, terkait rencana bantuan rehab rumah.
"Namun terkendala status kepemilikan tanah. Mbah Darsih hanya dunung, bukan tanah milik sendiri", ujar Mulyono.
Namun demikian ia berjanji akan mengalokasikan anggaran untuk rehab rumah mbah Darsih yang hidup sendiri, renta dan kondisi rumah tidak layak huni.
"Potret Kemiskinan" - Rumah Tidak Layak Huni Milik Mbah Darsih |
Menanggapi itu, Soegiharto hanya merasa terheran, mengapa ini menjadi terbalik.
"Seharusnya sosialisasi dan musyawarah dulu, baru membuat keputusan. Ini kan jadi terbalik.!", tegas Soegiharto tak habis pikir.
'Kekesalan' Soegiarto bukan tanpa alasan. Karena jauh sebelumnya, ia sudah mewanti - wanti kepada Kepala Desa Mulyono agar segala sesuatu yang menyangkut kepentingan orang banyak atau warga, harus dirembug atau dimusyawarahkan terlebih dahulu.
"Seperti ini sudah berkali - kali. Sekarang terjadi lagi, tidak ada musyawarah mufakat. Untuk mbah Darsih, bukan dunung. Tetapi tanah yang ditempati itu adalah tinggalan mbah Jais, suami mbah Darsih", tambahnya.
Jadi, Soegiharto menilai, Kepala Desa Mulyono telah berbohong dan menutupi hal itu serta terkesan otoriter.
Walaupun demikian, demi kepentingan masyarakat, Soegiharto selaku Ketua BPD Desa Kebowan, akhirnya menyetujui dan menandatangani Proposal Pengajuan Bankeu Pemdes.
"Demi kepentingan warga. BPD bukan segalanya. Kerja tetap harus profesional dan proporsional berdasarkan aturan", jelas Soeiharto yang juga menjabat Kepala PIN (Personal Informasi Negara) Republik Indonesia eks Karesidenan Pati, yang lebih mengedepankan pemikiran positif.
(RM. Usman)
0 komentar:
Posting Komentar