Pati, RadarMuria.Com
Revisi Perda Kabupaten Pati Nomor 5 Tahun 2011 tentang RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) memasuki tahap penyusunan dan pengusulan.
Hal itu disampaikan Ketua Pansus Revisi Perda RTRW Teguh Bandang Waluyo saat beraudiensi dengan JMPPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng), Senin (20/1).
Audiensi yang berlangsung di Ruang Rapat Gabungan DPRD Kabupaten Pati itu dipimpin oleh Ketua Komisi C Siti Maudluah didampingi anggota.
Hadir Kepala DPUTR Ahmad Faisal, Kepala DLH Ir. Purwadi, Kepala Satpol PP Hadi Santosa dan Bagian Hukum Setda Kabupaten Pati.
"Revisi terkait perda tersebut baru pada penyusunan draft dan sudah kami ajukan ke ESDM Provinsi Jateng", ujar Bandang.
Namun demikian, lanjutnya, masih ada waktu untuk pembahasan terkait hal tersebut.
"Masukan - masukan akan ditampung untuk selanjutnya akan disampaikan kepada pimpinan Komisi C dan Pimpinan DPRD", lanjutnya.
Ia menambahkan, Tata Ruang terkait pertambangan, pertanian, mata air, resapan dan sebagainya itu, adalah mengacu pada perda provinsi.
"Kami tidak bisa merubah atau menggesek - gesek, karena dari sana sudah keluar seperti itu", jelasnya.
Ketua Pansus Revisi Perda Nomor 5 Tahun 2011 / Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Pati Teguh Bandang Waluyo |
Menanggapi keberadaan kegiatan penambangan di kawasan Pegunungan Kendeng yang ditengarai menimbulkan kerusakan lingkungan, Bandang berjanji akan melakukan sidak bersama pihak terkait.
"Terkait penambangan galian C dan rencana pendirian pabrik semen yang saya dengar itu, bila meresahkan masyarakat dan meresahkan lingkungan maka akan mempertimbangkan terlebih dahulu", ujar politikus dari PDI Perjuangan itu menanggapi penyampaian usulan JMPPK.
Dalam penyampaian, salah satu usulan JMPPK adalah dilakukannya moratorium izin penambangan galian C di kawasan Pegunungan Kendeng, yang meliputi wilayah Kecamatan Sukolilo, Tambakromo dan Kayen.
Hal itu, menurut Gunretno selaku yang 'dituakan' di JMPPK, bahwa berdasarkan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) Pegunungan Kendeng Jilid 2, ditemukan banyak kerusakan di kawasan Pegunungan Kendeng.
Maka, ia meminta terhadap revisi perda dimaksud harus menggunakan pijakan KLHS yang diklaim sebagai atas perintah Presiden Jokowi.
"Jadi, Presiden Jokowi memerintahkan berdasarkan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 bahwa pembuatan Perda Tata Ruang dan untuk menentukan pembangunan jangka menengah dan panjang, wajib dilakukan KLHS", sebut Gunretno.
Karena, lanjutnya, kalau tidak dipakai (KLHS), penetapannnya dikhawatirkan tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung.
Maka, menurutnya, apabila itu tidak dilaksanakan, pemerintah daerah dinilai telah membangkang (mengabaikan) perintah presiden.
"Kami memberi masukan, karena dalam Perda Nomor 5 Tahun 2011, banyak titik mata air yang tidak disebutkan dan tidak terdata. Itu harus dilindungi mengingat kebutuhan air untuk masyarakat semakin banyak", tambahnya.
Gunretno pun menyatakan siap untuk adu argumentasi, adu data dan adu naskah akademik serta uji lapangan dengan berbagai pihak.
Ia bersama warga yang tergabung dalam JMPPK, akan terus menyuarakan hal itu bila KLHS Jilid 2 versi mereka tidak diakomodasi dalam Revisi Perda dimaksud.
Kepala DPUTR Kabupaten Pati Ahmad Faisal menjelaskan, untuk melakukan revisi perda harus mengajukan ke pemerintah provinsi karena mengikuti dan merujuk pada peta provinsi, yaitu meliputi pertanian, pertambangan, industri dan lain - lain.
"Terkait pertambangan, peta sudah ada dari pusat dan provinsi. Kabupaten dibatasi aturan dan undang - undang", terang Faisal.
Kepala DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kabupaten Pati Ir. Purwadi memaparkan Revisi Perda Nomor 5/2011 mengacu pada KLHS yang memiliki legitimasi, prosedural dan akomodatif.
Menurut amanat undang - undang, Purwadi menjelaskan, penyusunan KLHS itu ada dua yaitu mandatory dan non mandatory.
"Dalam mekanisme, prosedur dan penyusunan revisi Tata Ruang Kabupaten Pati, kita sudah melalui tahapan itu, yaitu penyusunan KLHS", jelasnya.
Oleh karena itu, tambah Purwadi, Pemerintah Kabupaten Pati tidak serta-merta dapat menerima KLHS Kendeng Jilid 2 versi JMPPK dikarenakan kurang akomodatif terhadap entitas ekologis.
"Itu karena kajiannya kurang mengakomodasi entitas ekologis. Tetapi lebih kepada aspek sosial dan antropologis", tambahnya.
Dan data - data yang digunakan dalam KLHS Jilid 2 pun, sebut Purwadi, kajiannya belum sepenuhnya mempertimbangkan data Pemerintah Provinsi Jateng dan kabupaten terkait.
Ia juga menegaskan, bahwa yang disampaikan dalam forum audiensi tersebut adalah dapat dipertanggungjawabkan.
Menanggapi pernyataan bahwa pemerintah (dalam hal ini DLH Kabupaten Pati) telah membangkang perintah presiden terkait KLHS, Purwadi meluruskan, tidak ada pembangkangan dimaksud.
"Tidak seorang warga negara pun yang membangkang terhadap perintah presiden", tegasnya.
Menurut Purwadi, KLHS Jilid 1 non mandatory itu diatur dalam Surat Keputusan (SK) Kepala Staf Kepresidenan Nomor 9 Tahun 2016 dan ditindaklanjuti dengan SK Men-LHK Nomor SK.2089/MenLHK-PKTL/PLA.3/10/2016.
Dan KLHS Jilid 2 telah diatur berdasarkan SK Kepala Staf Kepresidenan Nomor 2 Tahun 2017 dan ditindaklanjuti dengan SK Men-LHK Nomor SK.242/MenLHK/Setjen/PLH.3/5/2017.
"Jadi, tidak ada perintah presiden untuk mengikuti KLHS tersebut", terang Purwadi.
Adapun KLHS yang ada (mandatory), dalam penyusunannya disebut telah melalui pendekatan wilayah dan mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan maupun tujuan pembangunan berkelanjutan untuk menyempurnakan revisi RTRW.
"Artinya, pemerintah sudah menyusun KLHS yang legitimed sesuai amanat peraturan undang - undang dan prosedur yang ada", tuturnya.
Sedangkan KLHS Jilid 2 versi JMPPK, sebutnya lagi, hanya dapat dijadikan sebagai referensi dan secara umum telah ditolak oleh Gubernur Jawa Tengah melaui surat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 660.1/0022948 tertanggal 27 Desember 2018 yang ditujukan kepada Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LH dan Kehutanan.
Pegunungan Kendeng menjadi perhatian dalam revisi Perda RTRW yang disesuaikan dengan kemungkinan perubahan kondisi geografis dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Pati.
Disebutkan dalam Perda Nomor 5/2011, Pegunungan Kendeng di wilayah Pati selatan itu memiliki kawasan yang mengandung batuan kars.
Meliputi Kecamatan Sukolilo dengan luas kars kurang-lebih 1.682.00 hektar, Kecamatan Kayen 569.50 hektar dan Kecamatan Tambakromo dengan luas 11.05 hektar.
Penulis : RM. Usman
0 komentar:
Posting Komentar