Pati, RadarMuria.Com
Ratusan narapidana (napi) di Kabupaten Pati 'dipulangkan' guna menjalani asimilasi di rumah, sebagai akibat dampak Covid-19.
Napi atau disebut Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tanahan Negara (Rutan), 'dilepas' setelah memenuhi syarat administrasi yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI.
Kepala Bapas (Balai Pemasyarakatan) Kelas II Pati, Giyanto, SIP; MSi kepada RadarMuria.Com menjelaskan, Napi Asimilasi adalah program pemasyarakatan, yang oleh lembaga penyelenggara (lapas), perannya bukan lagi sebagai penjeraan (membuat jera), tetapi bersifat pembinaan.
"Program pemasyarakatan yang diselenggarakan Lembaga Pemasyarakatan bukan lagi sebagai penjara, namun bersifat pembinaan", jelas Giyanto di Kantor Bapas Jalan Panglima Sudirman Km. 3 Pati, Rabu (29/4).
Sistem pembinaan, lanjutnya, ada beberapa tahap. Yaitu tahap 1/2 (setengah) masa pidana dan tahap 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
"Artinya, memasuki tahap setengah masa pidana, napi diberi kesempatan berbaur dengan masyarakat, misal bekerja sesuai bidangnya, kerja sosial atau lainnya dalam lingkungan Lapas", lanjut Giyanto yang berdinas di Pati mulai Agustus 2018 itu.
Untuk mendapat hak asimilasi, menurutnya, narapidana harus memenuhi ketentuan dan melalui assesment (penilaian).
"Penilaian selain dari petugas Lapas, juga dilakukan penelitian oleh Bapas meliputi kelayakan, keluarga dan penanggungjawab serta lingkungannya", ujarnya.
Hal itu dilakukan guna menjamin keberadaan narapidana asimilasi, karena yang bersangkutan masih menjadi tanggung jawab Lapas dan Bapas selaku pengawas.
Dalam masa pandemi Covid-19 ini, melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2020, pemerintah memberi kesempatan kepada Warga Binaan yang telah memenuhi syarat sesuai tahapan tersebut, yaitu menjalani Asimilasi di Rumah.
"Ketentuan itu hanya berlaku bagi napi yang menjalani pidana umum. Dan dikecualikan bagi napi bandar narkoba, korupsi dan terorisme", tambah Giyanto.
Namun demikian, sebutnya, syarat dan tahapan yang dimiliki oleh napi berlaku hingga akhir Desember 2020.
"Maka bila pemerintah menyatakan, misal bulan Mei atau Juni pandemi Covid-19 ini berakhir, berakhir pula program asimilasi di rumah. Mereka (napi) tinggal menunggu integrasi atau bebas bersyarat", sebut Giyanto yang sebelumnya juga menjabat Kepala Bapas Metro Lampung.
Menurutnya, Asimilasi di Rumah ini adalah sesuatu yang baru karena kondisi darurat mengantisipasi dampak Covid-19.
Belum lagi persoalan hunian di lapas yang sudah over capacity, sebutnya, maka dengan rekomendasi DPR RI dan HAM Internasional, kebijakan pengurangan penghuni lapas dengan asimilasi di rumah, diberlakukan.
"Ini juga dilakukan oleh beberapa negara. Dan khusus di Indonesia menggunakan sistem yang telah ada, yaitu (napi) telah memenuhi tahap setengah dan tahap dua per tiga", jelasnya.
Untuk Kabupaten Pati, Giyanto menyebutkan, ada 105 napi yang menjalani asimilasi di rumah, di tengah wabah Covid-19 saat ini.
Terkait hal itu, pihaknya mengaku telah melayangkan surat pemberitahuan kepada Pemerintah Kabupaten Pati atas keberadaan napi asimilasi tersebut.
"Sudah kami kirimkan kepada pak bupati. Mencantumkan nama dan alamat mereka. By name by addres", katanya.
Tujuannya, ungkap Giyanto, agar disaat wabah Covid-19 ini, keberadaan napi asimilasi di rumah, terpantau oleh berbagai pihak.
"Mohon kerjasamanya dari berbagai pihak, untuk turut memantau dan mengawasi mereka (napi asimilasi) , agar tetap tinggal di rumah selama wabah Covid-19.", harap Giyanto, sebagaimana yang juga telah disampaikan kepada Bupati Pati melalui video conference saat Rakor dan Evaluasi Penanganan Covid-19 Kabupaten Pati.
Bapas Kelas II Pati membawahi enam wilayah kerja meliputi Kabupaten Pati, Jepara, Kudus, Grobogan, Rembang dan Blora.
Hingga saat ini, Bapas Pati telah 'memulangkan' sebanyak 350 lebih napi asimilasi di wilayah kerja tersebut, selama pandemi Covid-19.
0 komentar:
Posting Komentar